Cerita Cupak
Gerantang
Cerita Cupak Gerantang adalah cerita tentang kehidupan
sepasang saudara yang memiliki ciri khas yang sangat berbeda, I Cupak memiliki
ciri berkulit hitam dan berwajah jelek, sedangkan I Gerantang berkulit putih
dan berwajah ganteng. Mungkin diantara teman-teman sudah mengetahui jalan
cerita Cupak Gerantang ini. Lain halnya dengan salah satu bagian cerita dari
Cupak Gerantang yang mungkin tidak banyak orang yang mengetahuinya yaitu CUPAK
MULAT SARIRA. Cupak Mulat Sarira adalah salah satu bagian dari cerita Cupak
Gerantang yang lebih mengedepankan tentang perjalanan spiritual I Cupak menuju
sorga untuk mendapatkan kesaktian dan ketampanan. Sinopsis singkatnya adalah
sebagai berikut:
Detya Kala Bromantaka berniat untuk membalas dendam
pada Gerantang atas kematian ayahnya (Detya Kala Ijo) dan kematian kakeknya
(Detya Kala Benaru). Bromantaka menyamar dengan mengambil wujud sebagai salah
seorang dari maha patih Raden Cupak yang telah bertahta di Kerajaan Obag Wesi
(Gerobag Besi). Patih palsu ini datang menghadap Raden Gerantang dan
menyampaikan bahwa ia diutus oleh Cupak untuk mengundang dan menjemput Diah
Tiksnawati untuk diantar ke Obag Wesi menghadiri upacara permaisuri. Di tengah
jalan, patih palsu ini kembali menjadi Detya Kala Bromantaka, dan melarikan
sang permaisuri untuk dibawa ke rumahnya. Saat Raden Cupak dan Raden Gerantang
harus menghadapi Bromantaka, Cupak merasa kewalahan dan hendak pergi ke sorga
menghadap ayahnya (konon Dewa Brahma) agar dianugerahi kesaktian dan wajah yang
tampan, layaknya seorang raja.
Dalam perjalanan, Cupak pertama-tama menemui Catus
Pata (Perempatan Agung), dimana empat raksasa menakutkan hendak memangsanya,
tetapi karena Cupak tahu bahwa itu adalah saudaranya yang bernama Banaspati,
Banaspati Raja, Angga Pati, dan Prajapati, maka perjalanannya direstui dan
bahkan dibantu. Perjalanannya kearah timur laut menemui hujan lebat. Ini
dikenali sebagai pengejawantahan suka duka dari alam mikrokosmos. Ditemuinya
kemudian Sungai Srayu, berbatu putih, dijaga oleh buaya bagaikan titi tunggal,
dalam buana agung, dikenali sebagai Kama Bang dan Kama Putih dalam buana alit.
Seluruh benda dalam alam makro dapat diidentifikasi dengan benda yang ada dalam
diri Cupak.
Asu Gaplong, yakni anjing berkepala raksasa
dikenalinya sebagai paha kanan dan kirinya. Banteng Raja, yakni raja sapi,
dikenali sebagai kaki kanan dan kirinya. Harimau “Wiagra wetu saking suket”
dikenali sebagai darahnya sendiri. Cedar Tenggek Raksasa, yaitu ikan julit
berkepala raksasa, dikenali sebagai perutnya (berkepala “papusuhan”, bersayap
paru-paru, dan berbadan usus besar). Sekar Ganggong, yakni teratai berdaun
seribu, dikenali sebagai penejawantahan otak. Perjalanan berikutnya dicegat
oleh Manuk Ulung, yaitu burung elang hitam, sebagai pengejawantahan dari
kotoran kukunya. Kemudian berturut-turut terlihat olehnya: Titi Ugal Agil
sebagai lidah; Batu Mecakep yang sedang menjepit beberapa roh, benda ini
dianggap sebagai pengejawantahan dari mulut; Sumur Bandung, yakni sumur kembar,
dikenali sebagai lubang hidungnya. Selanjutnya Cupak menemui Tegal
Penyangsaran, tempat tersiksanya para roh; ini disebutnya sebagai
pengejawantahan kulit manusia beserta bulu-bulu, pori-pori, dan bekas-bekas
luka.
Disini dijumpai pula kayu Curiga, yaitu pohon berbuah
keris yang sewaktu-waktu bisa jatuh dan menusuk roh; Penjor bambu petung,
tempat menggantung roh yang durhaka terhadap orang tua; jambangan yakni kuali
besar yang sedang merebus para roh manusia yang suka mendapat hasil secara
mudah; Kawah Camra Goh Muka, yaitu kawah busuk berkepala sapi, menyiksa roh
manusia yang berakal licik. Cupak juga menjumpai Sang Suratma, yang
menghantarkannya menghadap Dewa Yama. Selanjutnya ditemui Marga Sanga; ini
dikenali sebagai lubang-lubang dalam tubuh manusia yang berjumlah Sembilan; 2 lubang
mata, 2 lubang hidung, 2 telinga, mulut, kemaluan , dan dubur. Jiwatman yang
keluar dari badan wadag akan keluar melalui salah satu dari jalan ini.
Cupak terakhir menemui Dewa Brahma yang memberi
petunjuk agar ia mandi di Pancaka Tirta, air yang berwarna lima, sarana
penyucian dan memperoleh keutamaan. Dari sinilah Cupak memperoleh kesaktian dan
rupanya yang tampan sehinggan dapat membahagiakan permaisurinya. Dengan
kesaktiannya itu, Cupak segera dapat mengalahkan Detya Kala Bromantaka,lalu
menyelamatkan dan mengembalikan Diah Tiksnawati kepada Raden Gerantang.
2.
TOKOH
-
Cupak
-
Gerantang
3.
NILAI NILAI YANG TERKANDUNG
·
Nilai
Moral
Dalam pementasan suatu teater,
selalu ada nilai baik dan buruk kehidupan yang ingin direalisasikan kepada
penontonnya.
·
Nilai
Budaya
Nilai budaya yang biasanya
ditonjolkan dalam sebuah teater meliputi perilaku dramatis yang menggambarkan
adat istiadat, perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan hidup manusia di suatu daerah
yang menjadi ciri khas daerah tersebut.
·
Nilai
Keagamaan
Nilai religius ini tersampaikan
kepada penonton melalui pertunjukan yang menggambarkan tentang kehidupan
beragam dan erat hubungannya dengan peningkatan kepercayaan terhadap Tuhan YME.
·
Nilai
Sosial dan Nilai Estetika
Nilai sosial dari arja dan nilai estetika dari arja memiliki keterkaitan
dimana melalui seni arja para leluhur orang bali mengasah jati dirinya dan
mengekspresikan telenta estetik sekaligus menguatkan ikatan sosial. Begitu pula
orang-orang yang mendalami arja atau orang yang menonton langsung akan merasakan
sendiri apa nilai sosial dan estetika arja itu sendiri. Seni arja seperti
menjadi cerminan ekspresi lika liku protet buram kehidupan masyarakat tekanan
kekerasan simbolik yang dipicu salah satunya masalah sosial budaya.
4.
FUNGSI DALAM MASYARAKAT
Menurut
fungsinya arja digolongkan ke dalam kelompok tari balih-balihan. Biasanya
masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan
lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat.
Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik
akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan
suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan
pembangunan.
5.
KESIMPULAN
Arja seperti Cupak Gerantang ini
juga mengandung beberapa nilai-nilai yang sangat positiv antara lain, nilai
moral, nilai budaya, nilai keagamaan serta nilai sosial dan nilai estetika yang
saling terkait. Diman arja ini memiliki fungsi sebagai tari balih-balihan dalam
masyarakat. Dengan demikian arja merupakan salah satu teater tradisional yang
memiliki berbagai nilai-nilai, fungsi, serta pesan moral yang berguna bagi
penontonnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar