Sabtu, 08 September 2018

Cerita Cupak Gerantang
Cerita Cupak Gerantang adalah cerita tentang kehidupan sepasang saudara yang memiliki ciri khas yang sangat berbeda, I Cupak memiliki ciri berkulit hitam dan berwajah jelek, sedangkan I Gerantang berkulit putih dan berwajah ganteng. Mungkin diantara teman-teman sudah mengetahui jalan cerita Cupak Gerantang ini. Lain halnya dengan salah satu bagian cerita dari Cupak Gerantang yang mungkin tidak banyak orang yang mengetahuinya yaitu CUPAK MULAT SARIRA. Cupak Mulat Sarira adalah salah satu bagian dari cerita Cupak Gerantang yang lebih mengedepankan tentang perjalanan spiritual I Cupak menuju sorga untuk mendapatkan kesaktian dan ketampanan. Sinopsis singkatnya adalah sebagai berikut:
Detya Kala Bromantaka berniat untuk membalas dendam pada Gerantang atas kematian ayahnya (Detya Kala Ijo) dan kematian kakeknya (Detya Kala Benaru). Bromantaka menyamar dengan mengambil wujud sebagai salah seorang dari maha patih Raden Cupak yang telah bertahta di Kerajaan Obag Wesi (Gerobag Besi). Patih palsu ini datang menghadap Raden Gerantang dan menyampaikan bahwa ia diutus oleh Cupak untuk mengundang dan menjemput Diah Tiksnawati untuk diantar ke Obag Wesi menghadiri upacara permaisuri. Di tengah jalan, patih palsu ini kembali menjadi Detya Kala Bromantaka, dan melarikan sang permaisuri untuk dibawa ke rumahnya. Saat Raden Cupak dan Raden Gerantang harus menghadapi Bromantaka, Cupak merasa kewalahan dan hendak pergi ke sorga menghadap ayahnya (konon Dewa Brahma) agar dianugerahi kesaktian dan wajah yang tampan, layaknya seorang raja.
Dalam perjalanan, Cupak pertama-tama menemui Catus Pata (Perempatan Agung), dimana empat raksasa menakutkan hendak memangsanya, tetapi karena Cupak tahu bahwa itu adalah saudaranya yang bernama Banaspati, Banaspati Raja, Angga Pati, dan Prajapati, maka perjalanannya direstui dan bahkan dibantu. Perjalanannya kearah timur laut menemui hujan lebat. Ini dikenali sebagai pengejawantahan suka duka dari alam mikrokosmos. Ditemuinya kemudian Sungai Srayu, berbatu putih, dijaga oleh buaya bagaikan titi tunggal, dalam buana agung, dikenali sebagai Kama Bang dan Kama Putih dalam buana alit. Seluruh benda dalam alam makro dapat diidentifikasi dengan benda yang ada dalam diri Cupak.
Asu Gaplong, yakni anjing berkepala raksasa dikenalinya sebagai paha kanan dan kirinya. Banteng Raja, yakni raja sapi, dikenali sebagai kaki kanan dan kirinya. Harimau “Wiagra wetu saking suket” dikenali sebagai darahnya sendiri. Cedar Tenggek Raksasa, yaitu ikan julit berkepala raksasa, dikenali sebagai perutnya (berkepala “papusuhan”, bersayap paru-paru, dan berbadan usus besar). Sekar Ganggong, yakni teratai berdaun seribu, dikenali sebagai penejawantahan otak. Perjalanan berikutnya dicegat oleh Manuk Ulung, yaitu burung elang hitam, sebagai pengejawantahan dari kotoran kukunya. Kemudian berturut-turut terlihat olehnya: Titi Ugal Agil sebagai lidah; Batu Mecakep yang sedang menjepit beberapa roh, benda ini dianggap sebagai pengejawantahan dari mulut; Sumur Bandung, yakni sumur kembar, dikenali sebagai lubang hidungnya. Selanjutnya Cupak menemui Tegal Penyangsaran, tempat tersiksanya para roh; ini disebutnya sebagai pengejawantahan kulit manusia beserta bulu-bulu, pori-pori, dan bekas-bekas luka.
Disini dijumpai pula kayu Curiga, yaitu pohon berbuah keris yang sewaktu-waktu bisa jatuh dan menusuk roh; Penjor bambu petung, tempat menggantung roh yang durhaka terhadap orang tua; jambangan yakni kuali besar yang sedang merebus para roh manusia yang suka mendapat hasil secara mudah; Kawah Camra Goh Muka, yaitu kawah busuk berkepala sapi, menyiksa roh manusia yang berakal licik. Cupak juga menjumpai Sang Suratma, yang menghantarkannya menghadap Dewa Yama. Selanjutnya ditemui Marga Sanga; ini dikenali sebagai lubang-lubang dalam tubuh manusia yang berjumlah Sembilan; 2 lubang mata, 2 lubang hidung, 2 telinga, mulut, kemaluan , dan dubur. Jiwatman yang keluar dari badan wadag akan keluar melalui salah satu dari jalan ini.
Cupak terakhir menemui Dewa Brahma yang memberi petunjuk agar ia mandi di Pancaka Tirta, air yang berwarna lima, sarana penyucian dan memperoleh keutamaan. Dari sinilah Cupak memperoleh kesaktian dan rupanya yang tampan sehinggan dapat membahagiakan permaisurinya. Dengan kesaktiannya itu, Cupak segera dapat mengalahkan Detya Kala Bromantaka,lalu menyelamatkan dan mengembalikan Diah Tiksnawati kepada Raden Gerantang.
2.      TOKOH
-          Cupak
-          Gerantang
3.      NILAI NILAI YANG TERKANDUNG
·         Nilai Moral
Dalam pementasan suatu teater, selalu ada nilai baik dan buruk kehidupan yang ingin direalisasikan kepada penontonnya.
·         Nilai Budaya
Nilai budaya yang biasanya ditonjolkan dalam sebuah teater meliputi perilaku dramatis yang menggambarkan adat istiadat, perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan hidup manusia di suatu daerah yang menjadi ciri khas daerah tersebut.
·         Nilai Keagamaan
Nilai religius ini tersampaikan kepada penonton melalui pertunjukan yang menggambarkan tentang kehidupan beragam dan erat hubungannya dengan peningkatan kepercayaan terhadap Tuhan YME.

·         Nilai Sosial dan Nilai Estetika
Nilai sosial dari arja dan nilai estetika dari arja memiliki keterkaitan dimana melalui seni arja para leluhur orang bali mengasah jati dirinya dan mengekspresikan telenta estetik sekaligus menguatkan ikatan sosial. Begitu pula orang-orang yang mendalami arja atau orang yang menonton langsung akan merasakan sendiri apa nilai sosial dan estetika arja itu sendiri. Seni arja seperti menjadi cerminan ekspresi lika liku protet buram kehidupan masyarakat tekanan kekerasan simbolik yang dipicu salah satunya masalah sosial budaya.

4.      FUNGSI DALAM MASYARAKAT
Menurut fungsinya arja digolongkan ke dalam kelompok tari balih-balihan. Biasanya masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat. Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.

5.      KESIMPULAN
Arja seperti Cupak Gerantang ini juga mengandung beberapa nilai-nilai yang sangat positiv antara lain, nilai moral, nilai budaya, nilai keagamaan serta nilai sosial dan nilai estetika yang saling terkait. Diman arja ini memiliki fungsi sebagai tari balih-balihan dalam masyarakat. Dengan demikian arja merupakan salah satu teater tradisional yang memiliki berbagai nilai-nilai, fungsi, serta pesan moral yang berguna bagi penontonnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar