Sabtu, 28 November 2020

Teori Belajar Sosial (Filsafat Pendidikan)

 

Konsep Dasar Pendidikan Menurut Teori Sosial

Teori belajar social Bandura (1965a, 1965b, 1971, 1977) menguraikan kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning). Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku yang ditentukan, ketekunan, belajar loncatan ski, dan reaksi psikologis yang datar pada emosi.

Teori pembelajaran sosial ini adalah perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran prilaku (Behaviorisme). Berbeda dengan penganut Behaviorisme, Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.  Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial ini.  Misalnya seorang yang hidup dan lingkungannya dibesarkan dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau sekitarnya menganggap bahwa judi itu tidak jelek.

Pendidikan bagi manusia menjadi penting sebagai upaya untuk melakukan proses yang terencana dan berkesinambungan sebagai dasar untuk mengembangkan potensi dan hakikat kemanusiaannya. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan  pemberdayaan siswa atau peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan dimulai setelah anak lahir dan akan berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang hidup ia akan mampu menerima pengaruh-pengaruh yang positif. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Manusia hidup di dalam lingkungan tertentu, di dalam lingkungannyalah setiap orang memperoleh berbagai pengalaman yang turut berpengaruh terhadap perkembangan pribadinya. Dalam arti luas, semua pengalaman hidup yang berpengaruh positif terhadap perkembangan  pribadi seseorang adalah pendidikan. Sebab itu, lingkungan dimana seseorang hidup merupakan lingkungan pendidikan baginya. Terdapat tiga jenis lingkungan pendidikan (Tri Pusat Pendidikan), yaitu:

1.      Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua anak. Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan  pendidikan terhadap anaknya. Berbagai faktor yang ada dan terjadi di dalam keluarga akan turut mennetukan kualitas hasil pendidikan anak. Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua, kedudukan anak dalam urutan keanggotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang tua, dan sebagainya akan mempengaruhi situasi pendidikan dalam keluarga, yang pada akhirnya akan turut  pula mempengaruhi pribadi anak.

2.      Sekolah

Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan  perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan agama, berhubungan langsung dengan pengembangan sains dan teknologi, serta  pengembangan kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat dirasakan dalam  pengisian tenaga kerja.

3.      Masyarakat

Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan  pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program  persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program  pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4) kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus keterampilan. Pada masyarakat tradisional pendidikan cukup dilaksanakan di lingkungan keluarga dan masyarakat saja. Akan tetapi, dalam masyarakat modern, keluarga tidak dapat lagi memenuhi semua kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk melaksanakan peranannya di dalam masyarakat. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat berfungsi untuk melengkapi pendidikan yang tidak dapat diberikan oleh keluarga. Namun demikian, tidak  berarti bahwa keluarga dapat melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di sekolah dan di masyaraka

Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu:

1.      Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan

Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya.

2.       Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang

Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.

3.      Kemampuan berpikir ke depan

Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.

4.      Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain

Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.

5.      Kemampuan mengatur diri sendiri

Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.

6.      Kemampuan untuk berefleksi

Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses.

 

Dasar-dasar Pengasuhan Anak Menurut Teori Sosial

Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam membimbing anak (Kartono, 1992: 90) yaitu:

1.      Kesadaran Orang tua harus memiliki kesadaran bahwa jalan pemikiran orang tua dengan anak-anaknya tidak sejalan sehingga tidak boleh menyamakan. Perlu disadari pula bahwa masing-masing anak memiliki kecerdasan yang tidak sama meskipun mereka anak kembar. Dengan mengetahui sifat-sifat dalam diri anak, akan memudahkan orang tua dalam membimbingnya.

2.      Bijaksana Orang tua harus memiliki kesadaran bahwa jalan pemikiran orang tua dengan anak-anaknya tidak sejalan sehingga tidak boleh menyamakan. Perlu disadari pula bahwa masing-masing anak memiliki kecerdasan yang tidak sama meskipun mereka anak kembar. Dengan mengetahui sifat-sifat dalam diri anak, akan memudahkan orang tua dalam membimbingnya. Sikap bijaksana diperlukan untuk mengerti kemampuan anak, kekurang tahuan terhadap kemampuan anak terkadang menumbuhkan sikap kasar terhadap anak. Sikap kasar akan bertambah persoalannya bahkan bimbingan yang diberikan terhadapnya justru menjadi tekanan jiwa dalam dirinya. Maka pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif.

Sedangkan macam-macam Pola Asuh Menurut Nisak (2013:14–23) menjelaskan bahwa dalam mengasuh dan membina anak, masyarakat kita mengenal tiga model pola asuh, yaitu :

1.      Pola Asuh Otoriter Dalam pola asuh yang otoriter biasanya pihak orang tua yang menggariskan keputusan-keputusan tentang perilaku anak-anaknya. Di dalam aktivitas sehari-hari orangtua mempunyai peraturan yang bersifat wajib untuk dilakukan seorang anak dan sebagai rutinitas bagi si anak. Misalnya, orang tua menyuruh anak untuk bangun pagi setiap hari tidak boleh bangun siang. Orangtua menyuruh sholat tepat waktu dan tidak boleh diundur. Pola asuh ini bercirikan dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak dibatasi oleh orang tua, sehingga aturan yang ada dalam pergaulan keluarga terasa kaku sebab orang tua selalu memaksakan untuk berperilaku sesuai dengan keinginan orang tua. Bila aturan-aturan yang berlaku dilanggar, orang tua akan memberi hukuman kepada anaknya, namun jika akan mematuhinya orang tua tidak memberikan hadiah atau pujian karena apa yang dilakukan anak sudah sepantasnya dilakukan. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pola asuh otoriter adalah orang tua sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam keluarga untuk mengekang dan mengendalikan anak. Kebebasan anak dibatasi oleh orang tua, sehingga aturan yang ada dalam pergaulan keluarga terasa kaku. Bila aturan-aturan yang berlaku dilanggar, orang tua tidak segan-segan akan memberi hukuman kepada anaknya. Cara memperlakukan anak pada pola asuh otoriter adalah orang tua memaksakan anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya. Pada pola asuh ini, orang tua membatasi kebebasan anak dalam berperilaku. Perlakuan dalam memberikan aturan pada pola asuh ini adalah orang tua memberikan aturan yang bersifat wajib untuk dilakukan seorang anak di dalam aktivitasnya. sehari-hari, sehingga aturan yang ada terasa kaku. Apabila anak melanggar aturan yang berlaku, orang tua tidak segan-segan memberikan hukuman kepada anaknya.

2.      Pola Asuh Permisif Dalam pola asuh permisif atau juga dikenal dengan pola asuh liberal, keluarga memberikan kebebasan pada anak, kebebasan diberikan dari orang tua kepada anaknya untuk berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Orang tua kurang peduli dan tidak pernah memberi aturan yang jelas dan pengarahan pada anak. Segala keinginan anak keputusannya diserahkan sepenuhnya pada anak, orang tua tidak memberikan pertimbangan bahkan tidak tahu atau sikap orang tua yang masa bodoh, anak kurang tahu apakah tindakan yang ia kerjakan salah atau benar (Yatim, 1986:96). Dari uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah orang tua yang memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat sekehendak hatinya. Keputusan diserahkan sepenuhnya pada anak dan orang tua tidak memberikan pertimbangan apakah tindakan yang ia kerjakan benar atau salah. Cara memperlakukan anak pada pola asuh permisif adalah orang tua kurang peduli terhadap perilaku anak dan tidak memberikan pertimbangan atau pengarahan terhadap tindakan yang dilakukan oleh anaknya. Pada pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya . Perlakuan dalam memberikan aturan pada pola asuh ini adalah orang tua tidak memberikan aturan yang jelas dan pengarahan pada anak. Apabila anak melanggar aturan yang berlaku, orang tua tidak peduli dan masa bodoh dengan anaknya.

3.      Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis mendorong anak sebagai individu yang selalu berkembang, sehingga memiliki ciri adanya sikap saling terbuka antar anak dengan orang tua. Dalam setiap pengambilan keputusan atau aturan- aturan yang dipakai atas kesepakatan bersama. Orang tua memberi kesempatan pada anak untuk menyampaikan pendapat, gagasan maupun keinginannya dan belajar untuk dapat menghargai dan menanggapi orang lain. Orang tua bersikap hanya sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak ( Yatim, 1986:98 ). Orang tua yang demokratis besar pengertiannya terhadap anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan pendapatnya. Bagi orang tua demokratis anak mempunyai kedudukan yang sama dalam keluarga. Orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak harus sekedar mampu dalam memberi saran-saran atau nasehat saja, tetapi juga mau mendengarkan keluhan anak sehubungan dengan persoalan yang anak hadapi. Tim Penggerak PKK Pusat (1992:10) menjelaskan, pelaksanaan pola asuh demokratis atau yang dikenal dengan pola asuh pendekatan perilaku, tidak menang dan tidak kalah adalah orang tua yang bersikap keras, jelas dan konsekuen, tidak memaksakan kehendak, menghargai dan menghormati, membiasakan minta maaf kepada anak jika akan, sedang dan sesudah menyinggung perasaan orang lain, kalau anak menyimpang dari aturan, adat, hukum dan agama, menasehati tanpa merendahkan martabat anak, tidak menyalahkan atau membenarkan apabila salah satunya berkelahi, menghindari, mengalahkan atau memenangkan anak. Akibat dari pola asuh ini adalah menyebabkan anak menjadi mandiri, mempunyai tanggung jawab, mempunyai inisiatif dan kreatif, sopan santun dan dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Dengan demikian pola asuh demokratis adalah orang tua memposisikan anak dalam posisi yang sama dengan orang tua artinya memiliki hak dan kewajiban yang sama, orang tua tidak harus menang dan tidak harus kalah artinya orang tua bersikap keras, jelas dan konsekuen tetapi tidak memaksakan kehendak. Orang tua memberi kesempatan pada anak untuk menyampaikan pendapat, gagasan maupun keinginannya dan belajar untuk dapat menghargai dan menanggapi orang lain. Orang tua bersikap hanya sebagai pemberi pendapat dan  pertimbangan terhadap aktivitas anak. Anak akan semakin termotivasi dalam melakukan kegiatan karena adanya kepercayaan diri yang diberikan oleh orang tua, sehingga semakin bertanggung jawab

 

Implementasi Dalam Dunia Pendidikan

Terdapat banyak implikasi teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura untuk pembelajaran di kelas, antara lain sebagai berikut.

  1. Peserta didiksering belajar hanya dengan mengamati tingkah laku oran lain, yaitu guru.
  2. Menggambarkan konsekuensi perilaku yang secara efektif dapat meningkatkan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan dan menurunkan perilaku yang tidak pantas.
  3. Peniruan (modeling) menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk belajar. Di dalam mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial harus ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi.
  4. Guru dan orangtua harus menjadi mode perilaku yang sesuai dan berhati-hati agar peserta didik tidak meniru perilaku yang tidak pantas.
  5. Peserta didik harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah, sehingga guru dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dengan memperlihatkan pengalaman orang lain yang sudah sukses atau menceritakan pengalaman kesuksesan guru itu sendiri.
  6. Guru harus membantu peserta didik dalam menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru juga harus memastikan bahwa target prestasi peserta didik tidak lebih rendah dari potensi peserta didik yang bersaungkutan.

WELCOME

WELCOME...
oke sobatt, selamat datang di blog pertama saya😁
jadi.. ini my first blog ya.. mohon maaf jika masih amburadul
sobat bisa mendapatkan berbagai informasi disini,
saya bakal share materi materi yang saya dapat di sekolah
selain itu ada beberapa informasi yang bakal saya share.

so, thank you so much yang udah sempet mampir ke blog saya
byešŸ™‹šŸ˜ŠšŸ˜Š

Manusia Hindu (Konsep, Hakikat, Martabat, Tanggung Jawab, dan Avatara)

 

Konsep Manusia Hindu

Manusia pada dasarnya berbeda dengan manusia lain, maka setiap manusia harus mengerti dengan perbedaan itu sehingga bisa hidup berdampingan secara damai, aman, nyaman dan bahagia. Kitab suci Slokantara, pada salah satu slokanya menjelaskan tentang manusia satu dengan manusia lain pada dasarnya berbeda.

“ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,

na bhagawanti samacara yatha arabadkantakah”

(Slokantara, Sloka 27)

Artinya: “Meskipun manusia itu lahir dari perut ibu yang sama, waktu yang sama, namun kelakuannya tidak akan sama.”

      Slokantara sloka 27 bermakna bahwa sesungguhnya setiap manusia memiliki sifat, tingkah laku, serta kepribadian yang berbeda dengan manusia lainnya. Manusia yang satu akan selalu memiliki perbedaan dengan manusia lainnya. Manusia memiliki kesadaran dan kelebihan akal budi yang membedakannya dengan makluk lain, sekaligus menempatkannya sebagai makluk yang derajatnya paling tinggi. Sehingga manusia disebut dengan berbagai nama seperti:

Homo sapiens        : Makluk berakal pikiran.

Homo socius         : Makluk sosial .

Homo ludens         : Makluk bermain

Animal symbolicum: Makluk pencipta dan pengguna tanda Bahasa.

Homo religious      : Makluk yang berkeyakinan.

Mengaplikasi pikiran manusia tidak bisa lepas dari filsafat etika dalam Agama Hindu, yaitu TatTwam Asi.

“nityonityanamcetanascetananam

Ekobahunamyovidadhantikaman

Tam pitha-gamye mupasyantidhiras

Tesamsantihsasvatine tare sam”

Artinya: “Diantara kepribadianyang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian yang menyediakan keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang bijaksana yang memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di alamnya yang rohani akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain, yang tidan memujanya tidak akan mencapai kedamaian”

      TatTwam Asi bahwa sumber yang memberikan manusia hidup adalah sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Atas dasar pemikiran inilah maka manusia disebut sub kelompok atau bagian dari kelompok. Sebagai bagian dari kelompok ini, manusia berinteraksi dengan sesamanya sebagai makluk social karena manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Hubungan antar manusia ini pasi ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan (RwaBhineda)

Hakikat Manusia Hindu

Manusia terlahir pada kondisi yang berbeda antara manusia satu dan yang lainnya. Manusia pada hakikatnya memiliki sifat baik dan sifat buruk. Manusia dilahirkan juga memiliki tujuan hidup untuk melakukan kebaikan. Kitab Sarasamuscaya menjelaskan tentang tujuan hidup manusia sebagai berikut.

“Mamansah Sara bhutesu

Vartatevaicubhacubhe

achubhesusamavistam

cubhesvevakaravet”

(Sarasamuscaya, Sloka 2)

Artinya: “Di antara semua makluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu,demikianlah gunanya menjadi manusis”

Hakikat manusia terlahir di dunia berdasarkan kitab suci Sarasamuscaya adalah manusia terlahir dengan memiliki tujuan hidup. Manusia dilahirkan memiliki perbedaan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Perbedaan yang dimagsud beragam, di antaranya berupa perbedaan sikap, perbedaaan perilaku, perbedaan warna (Catur Warna), perbedaan status sosial, perbedaan kemakmuran, dan sebagainya. Perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia akan menjadi pahala manusia dalam menjalani kehidupan. Perbedaan manusia satu dengan yang lainnya tidaklah menjadi tolak ukur, misalnya ada orang kaya dan ada orang miskin. Sekalipun kehidupan manusia dalam kondisi sangat miskin tetapi memiliki perbuatan dan pahala yang baik itulah yang sangat mulia. Hakikatnya manusia hidup adalaah untuk menolong dirinya dari kesengsaraan atau penderitaan melalui jalan dharma. Kelahiran menjadi manusia hendaknya digunakan dengan sebaik-baiknya untuk melaksanakan kebaikan yang sesuai dengan ajaran Dharma. Selanjutnya dapat melaksanakan ajaran-ajaran agama hindu di kehidupan sehari-hari.

            Hakikat sifat manusia secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu sifat baik dan sifat buruk. Sifat baik seperti sifat spiritualakan menghantarkan manusia terhindar dari penderitaan, sedangkan sifat buruk seperti sombong, angkuh, pemarah  dan lain-lain akan menyebabkan manusia terikat sifat keduniawian dan menuju penderitaan.

            Sifat-sifat buruk manusia tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikendalikan. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan Panca Niyama Brata. Pengertian Panca Niyama Brata adalah lima jenis pengekangan diri berdasarkan atau tunduk dan mengikuti ajaran Dharma. Bagian-bagian Panca Niyama Brata yaitu:

1.      Kroda, tidak marah

2.      Guru susrusa, hormat taat dan tekun melaksanakan ajaran-ajaran dari guru

3.      Sauca, suci lahir batin

4.      Aharalagawa, memilih makan yang baik bagi tubuh kita dan makan, minum secara teratur untuk mencapai kesucian lahir batin.

5.      Apramada, tidak sombong angkuh.

Berdasarkan unsur pembentuk hakikat manusia Hindu adalah sebagai makluk yang dibentuk dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani yang membentuk satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kesatuan dua unsur ini disebut mikrokosmos(bhuwana alit) yang secara kosmologis adalah perwujudan dari substansi semesta(resextensa) dan perwujudan substansi bepikir(rescogitans).

Hakikat manusia sebagai pribadi yang memiliki badan jasmani dan jiwa telah memunculkan pemikiran dalam pandangan filsaafat manusia. Ada dua pandangan yang berbeda tentang manusia, pandangan materialisme menganggap badan jasmani lebih bernilai daripada jiwa, sedangkan pandangan spiritualisme menganggap bahwa jiwa jauh lebih bernilai penting dibandingkan badan rohani. Tetapi dalam pandangan Hindu, baik badan jasmani dan badan rohani memiliki hakikat yang sama pentingnya. Agama Hindu mengkaji hakikat badan jasmani manusia Hindu sebagai substansi semesta adalah Mayatattwa, yaitu filsafat kebendaan atau maya. Sedangkan bidang yang mengkaji hakikat jiwa atma sebagai substansi berpikir adalah Purusatattwa, yaitu filsaafat non kebendaan atau purusa. Manusia yang berupa penyatuan badan jasmani dan jiwa ini adalah perwujudan dari substansi semesta atau makrokosmos. Dengan demikian eksistensi dan hidup manusia di dunia adalah satu kesatuan, maksudnya pemahaman tentang hakikat manusia(nilai manusia dan kemanusiaannya) tidak saja terkait dengan diri pribadi, tetapi juga dengan makluk hidup lainnya di alam semesta ini.

Salah satu cabang filsafat Weda yaitu ajaran Samkhya Darsana yang dapat membantu menjelaskan hakikat badan-jiwa atau purusa-prakerti. Menurut pandangan Samkhya, manusia tersusun atas 25 unsur.

No

 

Panca Budhi Indrya

Panca Karmendrya

Panca Tan Matra

Panca Maha Bhuta

1

Purusa

Cakswindriya

Panindrya

Sabda tan mantra

Pertiwi

2

Prakerti

Srotendriya

Padendrya

Sparsa tan matra

Apah

3

Budhi

Granendriya

Vakindrya

Rupa tan matra

Teja

4

Ahamkara

Jihvendriya

Abastendrya

Rasa tan matra

Bayu

5

Manah

Twakindriya

 Paiwindriya  

Gardha tan matra

Akasa

1.       Purusa                     : Unsur, rohani, spiritual, jiwa-atma.

2.      Prakerti                     : Unsur badani, matri, material, jasmaniah.

3.      Buddhi                     : Kesadaran, kecerdasan, intelektual.

4.      Ahamkara                 : Ego, rasa aku (keakuan).

5.      Manah                      : Pikiran, rasio.

Panca buddhi indriya (lima indria untuk mengetahui).

6.      Cakswindriya           : Indria pada mata.

7.      Srotendriya              : Indria pada telinga.

8.      Granendriya             : Indria pada hidung.

9.      Jihvendriya               : Indria pada lidah.

10.  Twakindriya               : Indria pada kulit.

Panca karmendriya (lima indria pelaku/penggerak).

11.  Panindriya                  : Indria pada tangan.

12.  Padendriya                 : Indria pada kaki.

13.  Vakindriya                 : Indria pada mulut.

14.  Abastendrya/Bhagendriya: Indria pada kelamin pria/wanita.

15.  Paiwindriya                 : Indria pada pelepasan (anus).

Panca tan mantra (lima macam sari, benih, tak terukur).

16.  Sabda yan matra         : Benih suara.

17.  Starsa tan matra          : Benih raba.

18.  Rupa tan matra            : Benih warna.

19.  Rasa tan matra            : Benih rasa.

20.  Gandha tan matra       : Benih bau/penciuman.

Panca Maha Bhuta (lima unsur besar)

21.  Akasa                          : Eter, ruang.

22.  bayu                            : Udara, hawa, atmosfer.

23.  Teja                             : Api.

24.  Apah                           : Air.

25.  Pertiwi                         : Tanah.

Badan jasmani manusia harus dirawat dan dipelihara dengan cara menjaga kebersihan, kesehatan, dan kesuciannya. Pemeliharaan badan jasmani ini bertujuan agar badan jasmani dan rohani lebih lama bertahan, sehingga ada peluang bagi manusia untuk lebih banyak menjalankan dharma. Badan manusia juga merupakan tempat bersemayamnya Brahma, sehingga harus dijaga kesuciannya dengan mempelajari suv=ci dan tapa-bratha. Atma tidak akan lama tinggal dengan tentram jika badan yang ditumpanginya telah rusak atau kacau. Karena itu, pikiran selaku rajanya indrya harus mampu mengendalikan indrya-indrya yang bisa membuat atma bingung. Pengendalian indrya di atas atman dan badan jasmani harus dipusatkan kepada jiwa-atma dan Atma. Dengan demikian, hidup manusia harus lebih bernilai, yakni tercapainya kebahagiaan duniawi dan kebebasan abadi

 Martabat Manusia Hindu

Sejak zaman dahulu sampai saat ini segenap ahli dalam berbagai bidang ilmu utamanya bidang agama dan kebudayaan bahkan seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini, percaya dan sepakat bahwa manusia adalah makluk yang memiliki harkat dan martabat paling tinggi di antara segala jenis makluk hidup di jagat raya. Pada zaman modern ini pemahaman akan tinggi martabat dari manusia hindu adalah:

a.       Tingkat Pendidikan

b.      Tingkat profesi dan social ekonomi

c.       Peran dan kedudukan dalam hidup bermasyarakat

d.      Keimanan dan ketakwaan hidup beragama

Agama Hindu tidak mengenal kasta, namun dalam agama Hindu terdapat ajaran tentang Catur Warna. Pengertian Catur Warna adalah empat penggolongan masyarakat berdasarkan swadarma atau profesinya. Catur Warna membagi golongan manusia menjadi empat yakni Brahmana yaitu orang yang profesinya di bidang keagamaan (orang suci), Ksatria adalah orang yang profesinya di bidang pertanian dan perdagangan, dan Sudra adalah orang yang profesinya di bidang pelayanan atau membantu.

Berdasarkan pandangan Veda ada beberapa aspek yang langsung ataupun tidak langsung yang dianggap mengindikasikan dan merepresentasikan tentang rumusan (konsepsi) harkat martabat manusia Hindu, atara lain:

1.      Jati (kelahiran baik surgayuta maupun nerakayuta)

2.      Dharma (kewajiban hidup, kebenaran serta kedudukan dan peran osial kemasyarakatan keagamaan)

3.      Warna Kasta (profesi atau bidang pekerjaan)

4.      Karma secara luas meliputi:

·         Manacika yang artinya berpikir

·         Wacika yang artinya berkata

·         Kayika yang artinya berbuat

5.      Guna (yang dapat berupa Sattwam, Rajas dan Tamas)

6.      Tingkat kebrahmacarian dan wawasan pengetahuan

7.      Tingkat keimanan dan kerohanian (sraddha.satyam)

Sesungguhnya seorang manusia Hindu yang bermartabat tinggi bukanlah orang yang terlahir di keluarga kaya atau terpandang, bukanlah orang yang memiliki harta yang melimpah, bukanlah orang yang memiliki jabatan tinggi, ataupun dilihat dari warna kastanya. Melaikan orang yang atau manusia Hindu yang memiliki pengetahuan suci agama, terpelajar dan bijaksana akan memiliki martabat yang jauh lebih tinggi. Orang yang memiliki pengetahuan suci yang baik dalam hidupnya akan lebih dipandang sebagai orang terpelajar yang bermartabat  oleh orang banyak atau khalayak. Begitu pula dengan orang terpelajar yang memiliki pengetahuan yang baik serta wawasan yang luas akan dipandang lebih bermartabat dibandingkan dengan orang yang memiliki harta berlimpah namun tidak terpelajar. Orang yang bijaksana, mampu menjadi penengah dimasyarakat, dapat dijadikan panutan oleh orang banyak akan lebih bermartabat daripada orang lain. Sebagai manusia akan semakin baik martabatnya jika semakin banyak memiliki sifat-sifat atau perilaku kebaikan. Kelahiran, kekayaan, ataupun garis keturunan dari seorang tidak akan ada artinya diabndingkan dengan sifat baik dari seseorang yang bermartabat.

Tanggung Jawab Manusia Hindu

Pengertian tanggung jawab menurut ensiklopedia umum adalah kewajiban melakukan sesuatu atau tugas tertentu. Begitu pula dengan manusia Hindu yang terlahir di dunia ini memiliki tanggung jawab. Secara umum tanggung jawab manusia sebagai individu di dunia ini hamper sama. Tanggung jawab manusia Hindu secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua yakni tanggung jawab secara vertikal dan tanggung jawab horizontal. Tanggung jawab manusia secara vertikal adalah tanggung jawab kepada sang pencipta yakni Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sedangkan tanggung jawab terhadap makluk lain. Tanggung jawab manusia secara hizontal difilosofikan dengan TatTwam Asi. Winawan, (2003: 49) menyebutkan bahwa disamping tanggung jawab manusia Hindusecara vertikal (hubungan dengan Brahman) dan horizontal (hubungan dengan sesama hidup, TatTwam Asi). Kehidupan manusia Hindu di Bali dijabarkan dalam konsep Tri Hita Karana (Paharayangan, Pawongan dan Palemahan yang dilandasi oleh Satyam, Siwam, Sundra) yang ada di dalam Veda.

      Tanggung jawab manusia Hindu dala kehidupan sehari-hari bisa dilaksanakan dalam bentuk: Menjalankan Dharma, Menjalankan etika dan ajaran-ajaran dalam Agama Hindu, Melaksanakan Yadnya, Melaksanakan Catur Marga Yoga, Melahirkan anak yang suputra.

      Pertama, melaksanakan dharma ialah setiap manusia Hindu dalam kehidupan sehari-hari haruslah senantiasa mengamalkan berbuat kebenaran dan kebaikan. Kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik. Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui pelaksanaan dharma. Dengan demikian setiap perbuatan dharma yang manusia lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman. Dharma dilaksanakan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan suci agama Hindu. Pelaksanaan Dharma juga harus didasari atas rasa alas asih dan penuh keiklasan

      Kedua, manusia Hindu berkewajiban untuk menjalankan etika dan ajaran-ajaran Agama Hindu. Bhagavad Gita sloka 10 dan sloka 14 menjelaskan bahwa alam semesta dan kehidupan bersumber dari pelaksanaan yadnya. Berdaarkan pemahaman ini salah satu kewajiban manusia Hindu dalam kehidupannya adalah melaksanakan yadnya. Yadnya dibedakan menjadi lima (Panca Yajna) yaitu

·         Dewa Yadnya, yaitu kurban suci dan pemujaan yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manivestasinya.

·         Manusa Yadnya adalah upacara yang dipersembahkan untuk memelihara hidup, kesempurnaan dan kesejahteraan manusia.

·         Pitra Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada leluhur dan bhatara-bhatara.

·         Rsi Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada para Rsi dan guru untuk menjaga kesejahteraannya.

·         Bhuta Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada Bhuta Kala atau makhluk bawahan upaya pemeliharaan alam lingkungan sebagai tempat kehidupan semua makluk.

Keempat, Catur Marga Yoga ialah jalan atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda) dalam kehidupan dan dalam bermasyarakat. Manusia dilahirkan dalam keadaan dan kemampuan lahir batin yang tidak semua sama, maka Veda mengajarkan Catur Marga Yoga agar semua umat dapat, beragama sesuai kemampuanya. Bagian-bagian dari Catur Marga adalah

·         Bhakti Marga/Yoga adalah proses atau cara mempersatukan antam dengan brahman, berlandaskan rasa dan cinta kasih yang mendalam  kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Kata bhakti berarti hormat,taat,sujud,menyembah, persembahan, kasih.

·         Karma Marga/yoga adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan, bekerja tampa terikat oleh hasil atau  kebajikan tampa pamrih.

·         Jnana Marga/yoga adalah cara ketiga setelah karma yoga untuk menyatukan diri dengan Tuhan. jnana artinya kebijaksanaan filsafat(Pengetahuan), jnana yoga berarti mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan ikatan keduniawian.

·         Raja Marga/Yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa. ada tiga jalan pelaksanaanya yang ditempuh oleh para yogin yaitu melakukan tapa brata, yoga, dan samadhi

Kelima, melahirkan anak yang suputra. Ketika manusia Hindu sudah menikah (pada tingkat Grehasta dalam Catur Asrama) berkewajiban untuk melahirkan anak sebagai penerus keturunannya. Anak yang suputra merupakan seorang anak yang baik, berbakti pada orang tua, serta memiliki pengtahuan Agama.

Avatara dan Manusia-manusia Suci

Orang suci dalam pandanngan Hindu adalah sangat terhormat, karena melalui orang suci ajaran Agama dapat diterima oleh masyarakat, disamping itu tuntutan dan bimbingan kerohanian banyak diajarkan oleh orang-orang suci. Seperti Ṛsī Agastya penyebar Agama Hindu ke Indonesia, Sapta Ṛsīpenerima Wahyu, Mpu Kuturan Asitektur Desa Pekraman, Danghyang Nirartha sebagai konseptor padmāsana, dan sebagai penghormatan beliau dibangunlah Pura yang Berstatus Dang Kahyangan sebagai penghormatan. Dan Avatāra adalah perwujudan dari Hyang Widhi (Tuhan) yang turun kedunia dalam mengambil bentuk-bentuk tertentu guna menyelamatkan dunia dengan segala isi dari kehancuran yang disebabkan oleh adharma.

Gelar Orang-orang Suci adalah:

1)      Pedanda adalah Gelar Orang Suci dari Brāhman wangsa, beliau berhasil memimpin dalam bidang upacara keagamaan.

2)      Danghyang adalah Brāhman wangsa yang berjasa dalam menumbuh-kembangkan agama sekaligus menjadi guru besar dibidang keagamaan.

3)       į¹šsÄ« atau Bhagavān adalah gelar orang suci dari wangsa ksatriya beliau dipandang suci dan terhormat dalam masyarakat.

4)       Empu adalah gelar orang suci dari wangsa pasek pande, beliau juga sangat dihormati dalam masyarakat.

5)       Sengguhu adalah orang suci yang ahli dalam tugas untuk memimpin upacara BhÅ«ta Yajna.

6)      Dukuh adalah orang suci yang kedudukan beliau dipandang dan dihormati di masyarakat.

Agama Hindu mengenal 10 Avatara yang disebut Dasa Avatara. Dasa Avatara diyakini sebagai penjelmaan material dari Dewa Wisnu yang turun dari zaman ke zaman dalam misi menyelamatkan dunia. Satu dari kesepuluh Avatara yakni, Avatara kesepuluh belum turun ke dunia. Kesepuluh Avatara tersebut sebagai berikut:

1.      Masya Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai ikan yang besar untuk menyelamatkan manusia pertama dari air bah yang melanda manusia dan alam semesta.

2.      KÅ«rma Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai kura-kura besar, untuk menjaga dunia dari luapan kesirarnawa pada saat diaduk oleh para Devā dan rāksasa.

3.      Varāha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Babi Hutan, guna menyelamatkan dunia dan mengangkat kembali dunia keasalnya setelah disembunyikan di patala loka.

4.      Nārasiṁha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Manusia Berkepala Singa untuk membunuh Rāksasa Hiranyakasipu yang dengan lalimnya ingin menguasai Sorga.

5.      Vāmana Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Manusia Cebol untuk membunuh Rāksasa Bali yang dengan kelalimannya ingin menguasai Triloka.

6.       Paraśurāma Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun kedunia sebagai Manusia Bersenjata Kapak. Untuk membalas dendam atas penghinaan seorang kesatrya terhadap Brāhṁa.

7.       Rāmadeva Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Rama untuk menyelamatkan manusia dari keangkaramurkaan dan kecongkakan Rahwana.

8.      Kṛṣṇa Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai  Krishna, untuk membela kebenaran di pihak Pandawa dan menumpas habis Kaurawa.

9.       Budha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun kedunia untuk meluruskan kembali ajaran agama yang telah menyimpang dari kebenaran.

10.  Kalki Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai manusia sempurna dengan mengendarai kuda putih dengan bersenjata pedang terhunus, untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan.