MENGAPRESIASI KESENIAN TEATER
TEATER TRADISIONAL ( ARJA )
1.
1. LATAR BELAKANG dan
SEJARAH
Arja merupakan teater tradisional di Bali yang masih
digemari oleh masyarakat bali. Bagaimana sesungguhnya teater ini memperoleh
penamaanya tidak begitu diketahui, tetapi dugaan adalah dari ungkapan bahasa
Sansekerta “reja” yang kemudian
mendapat awalan “a” sehingga menjadi
“areja” dan akhirnya berubah menjadi
“arja” yang memiliki arti keindahan
atau mengandung keindahan.
Arja diduga berkembang
sejak sekitar tahun 1814, yaitu pada pemerintahan I Dewa Gde Sakti di Puri
Klungkung, saat diadakannya upacara Pelebon yang dilakukan oleh I Gusti Ayu
Karangasem. Upacara Pelebon besar-besaran ini dihadiri oleh berbagai kalangan,
termasuk raja-raja seluruh Bali. Pada saat itu atas prakarsa I Dewa Agung
Mangis asal Gianyar dan Dewa Agung Jambe digelarkan untuk pertama kalinya Arja.
Ketika itu Arja dikenal dengan nama Dadap dan lakon yang dipertunjukkan adalah
Limbur. Dadap adalah nama sejenis pohon dan juga berarti perisai. Pohon Dadap
adalah kayu sakti, sebagai lambang pembersihan atau alat penyucian yang harus
ada dalam setiap upacara di Bali. Waktu itu Arja digelar dengan tata cara
wayang lemah untuk upacara pelebon, dengan memakai dahan dadap sebagai tiang
kelir. Sejalan dengan wayang lemah maka tokoh-tokoh Arja pun dibagi menjadi dua
golongan, yaitu golongan yang baik dan yang buruk. Tembang Arja adalah tembang
Lelawasan, sejenis kidung atau tembang Gambuh. Arja tidak menggunakan gamelan
dan semua tokoh diperankan oleh pria, sehingga di Singaraja dan Gianyar disebut
Arya Doyong. Menurut mereka yang mengetahui, sejak itu Arja menyebar ke seluruh
Bali. Dari perkembangan selama ini dapat
dikatakan bahwa Arja masih sangat populer di masyarakat Bali, seperti dapat
dilihat pada kemaunan masyarakat untuk berbondong-bondong meramaikan festival
yang diadakan setiap tahun hingga saat ini. Secara sepintas maka dapat
dikatakan bahwa Arja di Bali masih tersebar di banyak wilayah, seperti Bangli,
Klungkung, Gianyar, Anlapura, Badung, Tabanan, Jembrana, hingga Singaraja. Dalam
perkembangannya Arja mengenal semacam penyutradaraan. Tokoh yang menjadi
pengarah ini seringkali merupakan juga pengajar tari, tembang dan gamelan,
selain pengarang tembang yang akan digunakan. Pada umumnya ia akan mengarang
dan menyusun tembang itu sesuai yang diinginkan menurut lakon dan jalan ceritera
yang akan dipentaskan.
Sebagai suatu bentuk
teater Arja merupakan seni teater yang sangat kompleks karena merupakan
perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari,
seni drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim,
seni busana, seni rupa dan sebagainya. Semua jenis seni yang bersatu dalam Arja
dapat saling menyatu dan padu, sehingga satu sama lain tidak saling merugikan. Sesungguhnya Arja adalah perpaduan antara
dua pendukung teater, yaitu gagasan yang datang dari para pendukung (pemain)
dan penonton. Arja ini sangat komunikatif dengan masyarakat penikmatnya. Untuk
daerah Bali hal ini tidak mengherankan karena memang demikian adanya,
sebagaimana dengan berbagai bentuk kesenian lainnya. Yang sangat unik adalah
keterlibatan penonton dengan teater di Bali. Penonton sejak mulai pertunjukan
seolah-olah sudah menentukan keberhasilan suatu pertunjukan melalui sikap yang
mereka lakukan sebagai reaksi atas ungkapan yang dilontarkan pemain atau
pelakon saat mereka bermain.
Tempat pertunjukan Arja
disebut kalangan, sehingga penonton dapat menikmati pertunjukan dari berbagai
jurusan semua merupakan arena. Kalangan ini di satu sudut dilengkapi dengan
sebuah rangki, yakni bagian yang ditutup/dibatasi, tempat para pemain
mempersiapkan diri sebelum janur, lamak-lamak, bunga-bunga sebagai hiasan.
Kalangan ini berukuran kira-kira 10 x 6 meter, meski pada umumnya disesuaikan
dengan tempat yang tersedia. Zaman dulu, sebelum ada listrik, digunakan sejenis
oncor, kemudian beralih kepada stormking atau petromaks.
2.
2. TOKOH – TOKOH DALAM ARJA
Tokoh-tokoh utama arja yang selalu ada adalah Inya,
Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh
dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing –
masing terdiri dari Punta dan Kartala. Tokoh-tokoh ini
memiliki watak sendiri yang sering sekali memberi hiburan yang lebih untuk
masyarakat yang menontonnya. Misalnya seperti Punta dan Kartala, Kartala adalah
tokoh yang bersifat agak sombong dan sering sekali merendahkan orang, sedangkan
Punta orang yang polos tetapi pintar dan licik sebenarnya. Duet ini sering sekali membuat kita
tertawa. Selain itu kekonyolan dari Desak Rai, ikud an Limbur juga sangat
menyenangkan dan menarik.
3. NILAI – NILAI YANG TERKANDUNG
A.
Nilai Moral
Dalam pementasan suatu teater,
selalu ada nilai baik dan buruk kehidupan yang ingin direalisasikan kepada
penontonnya.
B.
Nilai Budaya
Nilai budaya yang biasanya
ditonjolkan dalam sebuah teater meliputi perilaku dramatis yang menggambarkan
adat istiadat, perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan hidup manusia di suatu daerah
yang menjadi ciri khas daerah tersebut.
C.
Nilai Keagamaan
Nilai religius ini tersampaikan
kepada penonton melalui pertunjukan yang menggambarkan tentang kehidupan
beragam dan erat hubungannya dengan peningkatan kepercayaan terhadap Tuhan YME.
D.
Nilai Sosial dan Nilai Estetika
Nilai
sosial dari arja dan nilai estetika dari arja memiliki keterkaitan dimana
melalui seni arja para leluhur orang bali mengasah jati dirinya dan
mengekspresikan telenta estetik sekaligus menguatkan ikatan sosial. Begitu pula
orang-orang yang mendalami arja atau orang yang menonton langsung akan
merasakan sendiri apa nilai sosial dan estetika arja itu sendiri. Seni arja
seperti menjadi cerminan ekspresi lika liku protet buram kehidupan masyarakat tekanan
kekerasan simbolik yang dipicu salah satunya masalah sosial budaya.
4. FUNGSI DALAM MASYARAKAT
Menurut
fungsinya arja digolongkan ke dalam kelompok tari balih-balihan. Biasanya
masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan
lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat.
Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik
akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan
suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan
pembangunan.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat ditarik yaitu Arja merupakan teater tradisional Bali yang diduga
berkembang sejak sekitar tahun 1814.
Arja merupakan suatu teater yang meiliki perpaduan dari berbagai jenis
kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni drama, seni vokal, seni
instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim, seni busana, seni rupa dan
sebagainya. Arja sendiri memiliki
tokoh-tokoh utama yang selalu ada adalah Inya, Galuh, Desak (Desak Rai),
Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan
atau Panasar kakak beradik yang masing – masing terdiri dari Punta
dan Kartala.
Arja juga mengandung beberapa
nilai-nilai yang sangat positiv antara lain, nilai moral, nilai budaya, nilai
keagamaan serta nilai sosial dan nilai estetika yang saling terkait. Diman arja
ini memiliki fungsi sebagai tari balih-balihan dalam masyarakat. Dengan demikian
arja merupakan salah satu teater tradisional yang memiliki berbagai
nilai-nilai, fungsi, serta pesan moral yang berguna bagi penontonnya.